Kamis, 15 Februari 2018

Mekarnya Pendidikan Vokasi di Indonesia

Istilah pendidikan vokasi akhir-akhir ini sudah tidak asing didengar, terutama setelah muncul berbagai murid-murid SMK muncul di media dengan brbagai macam inovasi-inovasi di berbagai macam bidang. Berikut pembahasan tentang pendidikan vokasi/pendidikan kejuruan. semoga bermanfaat:

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, program pendidikan di pendidikan tinggi mencakup 
  1. pendidikan akademik (sarjana, magister, dan doktor), 
  2. pendidikan profesi/spesialis, dan 
  3. pendidikan vokasi (diploma). Pendidikan tinggi penyelenggara pendidikan tersebut dapat memberikan gelar akademik (sarjana, magister, dan doktor), gelar profesi/spesialis, dan gelar vokasi.
Pendidikan vokasi (program diploma) bertujuan menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan tenaga ahli profesional dalam menerapkan, mengembangkan, dan menyebarluaskan teknologi dan/atau kesenian. Beban pengajaran pada program pendidikan vokasi telah disusun lebih mengutamakan beban mata kuliah ketrampilan dan keahlian dibandingkan dengan beban mata kuliah teori.

Pendidikan vokasi adalah sistem pendidikan tinggi yang diarahkan pada penguasaan keahlian terapan tertentu, yang mencakup program pendidikan diploma I, diploma II, diploma III, dan diploma IV. Lulusan pendidikan vokasi mendapatkan gelar vokasi, misalnya A.Ma (Ahli Madya), A.Md (Ahli Madya).


Pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal dalam jenjang diploma 4 setara dengan program sarjana (strata 1). Tampaknya istilah vokasi digunakan untuk program pendidikan menggantikan istilah profesional atau profesi. Istilah vokasi mungkin diturunkan dari bahasa Inggris, vocation, sama artinya dengan profession. Di AS, vokasi digunakan untuk menyebut pengelompokan sekolah kejuruan seperti di sini.

Dalam Pasal 15 Undang-undang Sisdiknas  Nomor 20 Tahun 2003 dijelaskan pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu, sedangkan pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana.

Dengan demikian, pendidikan kejuruan merupakan penyelenggaraan jalur pendidikan formal yang dilaksanakan pada jenjang pendidikan tingkat menengah, yaitu: pendidikan menengah kejuruan yang berbentuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). pendidikan kejuruan dan pendidikan vokasi merupakan penyelenggaraan program pendidikan yang terkait erat dengan ketenagakerjaan. Jenjang pendidikan formal yang berlaku dikenal pendidikan kejuruan tingkat sekolah menengah (secondary) atau sekolah menengah kejuruan (SMK) dengan berbagai program keahlian seperti Listrik, Elektronika Manufaktur, Elektronika Otomasi, Metals, Otomotif, Teknik Pendingin, Gambar Bangunan, Konstruksi Baja, Tata Busana, Tata Boga, Travel and Tourism, penjualan, akuntansi, manajemen perkantoran dan sebagainya serta tingkat di atas sekolah menengah (post secondary) misalnya politeknik (IEES, 1986:124)

Pendidikan vokasi merupakan penyelenggaraan jalur pendidikan formal yang diselenggarakan pada pendidikan tinggi, seperti: politeknik, program diploma, atau sejenisnya. Menurut Sapto Kuntoro sebagaimana dikutip Soeharsono (1989), hubungan antara jenjang pendidikan di sekolah dengan ketenagakerjaan dapat diilustrasikan seperti Gambar 1.

Dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia,  penyelenggaraan pendidikan dapat dibedakan dalam dua kelompok pendidikan, yaitu: (1) pendidikan akademik, dan (2) pendidikan profesional. Pendidikan akademik merupakan penyelenggaraan program pendidikan yang bertujuan mempersiapkan peserta didik mengembangkan potensi akademik untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan profesional merupakan penyelenggaraan program pendidikan yang mempersiapkan peserta didik meningkatkan potensi kompetensi sesuai bidang keahliannya. Pendidikan profesional ini termasuk dalam kategori penyelenggaan pendidikan yang berorientasi dunia kerja.

Pendidikan di Indonesia landasan hukumnya adalah  : Undang-Undang R.l No  20 Tahun 2003. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. dan Pancasila.  Berdasarkan Undang-Undang R.l No : 20 Tahun 2003 . Pasal 4, ayat (1) Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif  dengan menunjang tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, bilai kultural dan kemajemukan bangsa.  Pasal 13, ayat (1)  Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Pasal 14 , Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Pasal 15, Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi,  vokasi, keagamaan, dan khusus. Pasal 18, ayat (1) Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, (2) Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan, (3) Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK),  dan madrasah aliyah kejuruan (MAK) atau bentuk lain yang sedrajat.

Sejak diundangkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 diganti dengan  UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan UU Nomor 25 Tahun 1999 diganti dengan UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan   antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara hukum pendidikan di Indonesia sudah harus diselenggarakan secara desentralistik.  Desentralisasi pendidikan bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan dan kinerja pendidikan untuk pemerataan, kualitas, relevansi, dan efisiensi pendidikan secara otonom. Otonomi pendidikan meletakkan tantangan kepada pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan  berbasis keunggulan lokal (UU Sisdiknas Pasal 50 ayat 5). Pemerintah kabupaten/kota melakukan peningkatan secara berencana dan berkala untuk meningkatkan keunggulan lokal, kepentingan nasional, keadilan, dan kompetisi antar bangsa dalam peradaban dunia (penjelasan Pasal 35 ayat 1). Dalam rangka lebih mendorong penjaminan mutu ke arah pendidikan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan perhatian khusus pada penjaminan mutu satuan pendidikan tertentu yang berbasis keunggulan lokal (penjelasan PP 19 Pasal 91 ayat 1).

Kewirausahaan (Entrepreneurship) atau Wirausaha adalah proses mengidentifikasi, mengembangkan, dan membawa visi ke dalam kehidupan. Visi tersebut bisa berupa ide inovatif, peluang, cara yang lebih baik dalam menjalankan sesuatu.  Hasil akhir dari proses tersebut adalah penciptaan usaha baru yang dibentuk pada kondisi risiko atau ketidakpastian.

Vokasi bertujuan menciptakan tenaga kerja yang terampil dalam keahlian tertentu karena industri suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas tenaga terampil yang terlibat langsung dalam proses produksi. Vokasi juga bertujuan memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik untuk memasuki lapangan kerja dan sekaligus menghasilkan tenaga kerja terampil yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Pendidikan vokasi harus dapat diprogramkan  untuk menghasilkan tamatan yang memiliki kompetensi penguasaan IPTEK, produktif, sebagai aset bangsa berpenghasilan sendiri, unggul dalam kompetisi menghadapi persaingan global, berkembang secara berkelanjutan. Secara terus menerus SMK harus mengukur kualitas pendidikannya menggunakan ukuran atau standar dunia kerja, cara kerja sesuai persyaratan teknis dunia kerja. Dengan demikian diklat di SMK  membutuhkan pengujian oleh pihak dunia kerja dalam bentuk uji kompetensi. Pendek kata SMK harus berkemampuan sebagai pusat pengembangan budaya industri.

Pendidikan vokasi sangat berhubungan dengan wirausaha karena pendidikan vokasi mampu menciptakan tenaga kerja yang menguasai, terampil dan ahli karena industri suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas tenaga terampil yang terlibat langsung dalam proses produksi dan yang mempunyai nilai ekonomis, sesuai dengan kebutuhan pasar dengan education labor coefficient tinggi. Tenaga kerja yang menguasai, terampil dan ahli memegang peranan penting dalam menentukan tingkat mutu dan biaya produksi, sangat dibutuhkan untuk mendukung pertumbuhan industrialisasi suatu negara, berpengaruh dalam faktor keungulan teknologi, peluang tinggi untuk bekerja dan produktif sehingga memperkuat perekonomian negara dan mengurangi angka pengangguran.

Sejarah Pendidikan Vokasi di Indonesia
Pendidikan di Indonesia berawal dari pendidikan berbasis keagamaan yang di selenggarakan oleh para pemuka dan penyabar agama Hindu, Budha,dan Islam. Pada zamannya , mereka telah mengembangkan sistem pendidikan yang relatif “tersruktur”  dari segi isi maupun tingkat-tingkatnya. Namun sistem pendidikan dalam bentuk sekolah atau menyerupai sekolah sekarang baru dimulai pada abad ke-16. Sekolah pertama di Indonesia didirikan oleh penguasa Portugis di Maluku, Altonio Galvano, pada tahun 1536 berupa sekolah seminari untuk anak-anak dari pemuka pribumi . 

VOC mendirikan sekolah pertama di Ambon pada tahun 1607, disusul kemudian di Pulau Banda (1622), dipulau Lontar (1923), dan di Pulau Roen(1927), semuanya di kawasan Maluku yang kaya akan rempah-rempah dan menjadi sasaran awal misi VOC. Sekolah-sekolah tersebut pada dasarnya bertujuan untuk penyebaran agama Kristen . Diluar wilayah Ambon, VOC mendirikan juga sekolah di Jakarta(1617)yang menjadi Sekolah Batavia (Bataviaase School) pada tahun 1622; Sekolah Warga Masyarakat (Burgerschool) tahun 1630, Sekolah Latin (Latijnse School) tahun 1642, dan Sekolah Cina(Chinese School)  tahun 1737. Sekolah yang berorientasi “Kejuruan” yang didirikan pertamakali pada zaman VOC adalah Akademi Pelayaran (Academie der Marine) pada tahun 1743 tetapi ditutup kembali pada tahun 1755.

Ketika kekuasaan VOC berakhir pada penghujung abad ke-18 pendirian sekolah-sekolah dilanjutkan oleh Pemerintah Hindia Belanda yang berdasarkan atas keturunan, bangsa, dan status sosial. Sekolah Pertama untuk anak-anak Eropa dibuka di Jakarta pada 1817, kemudian menyusul berbagai sekolah lainnya. Akan tetapi, setelah lebih dari dua abad berkuasa sejak zaman VOC, baru pada tahun 1853 Belanda mendirikan sekolah kejuruan, yaitu Ambachts School van Soerabaia (Sekolah Pertukangan Surabaya) yang diperuntukan bagi anak-anak Indo dan Belanda, disusul kemudian oleh sekolah serupa di Jakarta pada 1856. Kedua sekolah ini diselenggarakan oleh swasta. Baru pada tahun 1860, Pemerintah Hindia Belanda mengusahakan Sekolah Pertukangan di Surabaya untuk golongan Eropa. Bagi anak-anak Pribumi, hingga saat itu belum ada sekolah serupa.

Secara historis pendidikan kejuruan di Indonesia berakar pada zaman penjajahan Belanda. Menurut  Oejeng Soewargama dikutip oleh Dedi Supriadi (2002: 11) pendidikan kejuruan yang berkembang di Indonesia adalah pendidikan kejuruan yang di Negeri Belanda disebut “Beroesonder-wijs” yaitu pendidikan yang diselenggarakan di sekolah oleh pemerintah. Untuk  Indonesia pendidikan kejuruan yang lebih sesuai dengan kebutuhan Indonesia adalah “Beroeps-en Vakopledingen” yang di Jerman dinamakan “Beroeps-und Fachschule” dan di Inggris disebut “Vocational Education”. Pendidikan kejuruan atau pendidikan vokasi merupakan kelanjutan tradisi swasta yang tergabung dalam perhimpunan para pengusaha yang disebut dengan  “Bedrijfsgoepen” (Belanda), “Traders Union” (Inggris), atau “Wirihschajtgrupen” (Jerman).

Di luar Akademi Pelayaran yang didirikan tahun 1743, Sekolah Pertukangan di Surabaya yang berdiri pada tahun 1853 itulah sebagai sekolah kejuruan pertama di Indonesia. Bila sekolah ini menjadi patokan, maka hingga sekarang sekolah kejuruan di Indonesia telah berusia satu setengah abad.
 
Pendidikan Vokasi di Masa Kini
Direktur Kelembagaan Kemenristekdikti, Patmono Suwignyo menilai ada beberapa hal yang menyebabkan pendidikan vokasi di tanah air tertinggal jauh dibanding negara-negara maju di Asia. Diantaranya yakni pola pikir masyarakat yang masih mementingkan gelar dibandingkan dengan kompetensi.

"Masyarakat lebih mementingkan gelar daripada kompetensi. Lebih baik menganggur tapi punya gelar, daripada tidak punya gelar meski kerja," tutur Patmono dalam wisuda perdana mahasiswa AK-Tekstil Solo pada Senin (20/11). 

Lebih dari itu, menurutnya, jumlah lembaga pendidikan berbasis vokasi pun sangat sedikit dibanding dengan jumlah lembaga pendidikan berbasis akademik. 

Ia mencontohkan, untuk Perguran Tinggi misalnya, dari 4.550 Perguruan Tinggi yang ada di tanah air baru ada enam Perguruan Tinggi yang berbasis vokasi. Disamping itu, dorongan industri untuk kehadiran lemabga pendidikan berbasis vokasi pun masih minim. 

Padahal menurutnya dinegara-negara maju, industri berperan langsung dalam mendirikan lembaga pendidikan vokasi. Ini dikarenakan kesadaran industri akan lulusan dari lembaga pendidikan vokasi yang mempunyai keterampilan khusus dan dapat langsung diserap industri. 

"Keterlibatan industri kita sangat minim, karena itu kita dorong agar industri juga terlibat," tuturnya.
Saat ini kata dia, Kemenristekdikti terus mendorong langkah Kementerian Perindustrian untuk mendirikan perguruan tinggi vokasi di tanah air. Dia berharap dengan begitu makin banyak tenaga kerja berkualitas yang dapat dimanfaatkan industri-industri dalam negeri. 

Kolaborasi Pusat dan Daerah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan, peningkatan mutu pendidikan vokasi sekolah menengah kejuruan (SMK) perlu didukung oleh kolaborasi yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda). Kolaborasi ini meliputi alokasi anggaran, maupun kebijakan pendidikan.

Staf Ahli Mendikbud Bidang Hubungan Pusat dan Daerah, James Modouw mengatakan, saat ini pemerintah pusat telah memiliki aturan tentang pendidikan vokasi di jenjang SMK. Aturan tersebut seperti Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) nomor 3 Tahun 2017 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengembangan SMK Berbasis Kompetensi. 

Dalam permenperin itu disebutkan mulai tahun 2018 SMK dapat bekerja sama dengan industri dengan biaya yang ditopang oleh pemerintah pusat. Karena itu, Kemendikbud berharap setiap pemda juga membuat regulasi dan alokasi dana APBD untuk mendukung itu. 

“Atau misalnya membantu menjembatani SMK dengan industri untuk bekerja sama atau lainnya," kata James melalui siaran pers kepada Republika, Sabtu (16/12).

Selain itu, dia juga mendorong pemda untuk lebih aktif dalam menghubungkan dunia usaha dengan sekolah. Sebab, permenperin juga menyebutkan industri yang bekerja sama dengan SMK akan dilakukan pemotongan pajak. Sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.

"Sekolah kan tentunya merasa terbantu, siswa jadi bisa mengenal dan belajar bagaimana dunia kerja. Pun dengan industri, mereka dalam hal ini diuntungkan," jelas dia.

Dia menuturkan, pada tahun 2017 ini Kemendikbud akan menghasilkan 10 ribu guru dari program Keahlian Ganda untuk memenuhi kebutuhan guru produktif di SMK. Keberadaan guru tersebut, diyakini bisa meningkatkan kualitas lulusan SMK.

Penyelarasan Kurikulum dengan Dunia Kerja 
Kementerian Pendidikan Dann Kebudayaan (Kemendikbud) menyebutkan, penyelarasan kurikulum terus berupaya untuk penyesesuaian dengan kebutuhan industri. Hal itu dilakukan untuk menekan mismatch antara lulusan kerja dengan kebutuhan industri.

"Kami terus melakukan penyelarasan itu. Sekarang sudah banyak smk kita yang kurikulum nya disesuaikan dengan kebutuhan industri," ungkap Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemendikbud kepada Republika, Senin (1/1).

Dia menyebutkan, penyelarasan tersebut dilakukan dengan memperhatikan jurusan SMK dan bidang pekerjaan yang nantinya berpeluang digeluti. Meski begitu, lanjut dia, penyelarasan tersebut belum dilakukan secara menyeluruh.

"Makanya kami terus upaya untuk melakukan penyelerasan kurikulum," tegas Didik.

Salah satu contoh penyelarasan, kata Didik, yaitu dengan melakukan kerja sama dengan Transcorporation. Sehingga, lulusan SMK bisa segera diterima bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Dengan begitu dia berharap, upaya-upaya yang dilakukan pemerintah bisa berguna bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.

Vokasi Digital di Indonesia
Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian sedang menggalakkan pendidikan vokasi yang salah satu tujuannya mengurangi angka pengangguran. Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, agar program tersebut dapat mencapai tujuan yang diinginkan, pemerintah harus memfokuskan pendidikan vokasi untuk memenuhi kebutuhan industri digital yang sedang berkembang saat ini.

"Kalau vokasi yang disiapkan untuk menjadi buruh pabrik atau teknisi, sudah ketinggalan zaman. Vokasi harus berbasis IT kalau kita mau bersaing," kata Bhima, saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (12/12).

Ke depan, ia memprediksi, industri tidak lagi bisa menyerap banyak tenaga kerja karena adanya digitalisasi. Pekerjaan yang sebelumnya dikerjakan manusia, mulai digantikan oleh mesin. Karena itu lah, Bhima mengatakan, pendidikan vokasi yang digalakkan oleh pemerintah harus disiapkan untuk mengikuti perkembangan tersebut.

"Saya kira yang kebutuhannya besar ke depan nanti adalah developer IT."
Sebelumnya, Asosiasi pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkap adanya tren penyusutan jumlah lapangan kerja yang dihasilkan sektor formal sejak 10 tahun terakhir.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani mengatakan, berdasarkan laporan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 2010, setiap investasi sebesar Rp 1 triliun dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 5.015 orang. Di 2016, rasio tersebut menurun menjadi hanya 2.272 orang tenaga kerja per Rp 1 triliun nilai investasi.

"Data mengonfirmasi bahwa investasi di sektor formal penyerapannya lebih sedikit," kata Hariyadi, akhir pekan lalu.

Menurutnya, salah satu faktor yang menyebabkan turunnya serapan tenaga kerja tersebut karena banyak perusahaan yang semakin berhati-hati dalam berekspansi di sektor padat karya. Hal ini karena perusahaan enggan menambah beban biaya, terutama sejak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang cukup tinggi beberapa waktu lalu.

"Sebelum 2015 kenaikan UMP tinggi sekali, bisa 20 persen. Jadi dampaknya sekarang," kata dia.

Pengembangan Vokasi yang Bersifat Digital
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menggandeng Ruangguru, perusahaan teknologi yang bergerak di bidang pendidikan, untuk mengembangkan pelatihan vokasi industri. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pihaknya akan mengadopsi sistem pembelajaran online di Ruangguru, yang berbasis video dan animasi, untuk diterapkan dalam model pendidikan vokasi.

Kementerian Perindustrian sendiri saat ini sudah memiliki kerja sama link and match antara perusahaan swasta dengan SMK. Namun begitu, menurut Airlangga, program tersebut masih memiliki keterbatasan guru produktif. Keterbatasan inilah yang akan diisi oleh tutor-tutor online di Ruangguru.

"Akan ada mentor-mentor yang dilibatkan. Dengan demikian pendidikan vokasi itu nanti ada yang sifatnya offline dan online," ujarnya, usai menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman antara Kemenperin dengan Ruangguru, Kamis (28/12).

Airlangga menyebut, pihaknya juga akan mendorong para silver expert, yakni praktisi industri yang jelang memasuki usia pensiun untuk menjadi pengajar vokasi di Ruangguru. Dengan begitu, ia berharap pelatihan vokasi industri dapat menjangkau lebih banyak lagi peserta.

CEO Ruangguru Adamas Belva Devara mengatakan, timnya saat ini tengah mengkaji jurusan vokasi apa saja yang sedang dibutuhkan industri dan juga dapat di-digitalisasi. Sebab, tidak semua program vokasi dapat masuk ke ranah digital, misalnya seperti konstruksi bangunan yang butuh praktek secara langsung.

"Kita harus cari jurusan yang bisa di-digitalisasi, misalnya teknologi informasi dan akuntansi," kata Belva.

Ruangguru sendiri, beberapa waktu lalu, diundang secara khusus oleh Presiden Jokowi untuk mengikuti rapat terbatas di Istana Bogor yang membahas pendidikan vokasi. Presiden meminta Ruangguru untuk ikut membantu merevitalisasi pendidikan vokasi di Tanah Air yang selama ini masih dianggap sebagai 'kelas dua.'

Pertama kali didirikan pada 2014, Ruangguru yang didirikan Belva Devara dan Iman Usman kini sudah memiliki lebih dari 6 juta pengguna dan mengelola lebih dari 150 ribu guru yang menawarkan jasa di lebih dari 100 bidang pelajaran.

(Disadap dari: http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction dan http://rumahteknikku.blogspot.com/2013/06/pendidikan-vokasi.html )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Geliat Ide Guru Peneliti

Tumbuhnya Gagasan Seputar   Guru Peneliti Untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik, guru yang sudah memperoleh sertifikasi dan tun...