Kamis, 15 Februari 2018

Berseminya Pendidikan Islam

Cikal Bakal Pendidikan Islam
Sesungguhnya, cikal bakal pendidikan Islam dimulai pada masa Khalifah Umar Ibn Khattab. Pada saat pemerintahannya, secara khusus Umar mengirimkan petugas khusus ke berbagai wilayah Islam untuk menjadi guru di daerah tersebut. Para petugas khusus ini biasanya bermukim di masjid dan mengajarkan tentang Islam kepada masyarakat, melalui halakah-halakah majelis khusus untuk menpelajari agama. Majelis ini terbuka untuk umum.

Namun demikian, cikal bakal pendidikan Islam yang menerapkan sistem pendidikan modern seperti sekarang ini adalah madrasah-madrasah nizhamiyah. Kurikulumnya berpusat pada Alquran (membaca, menghafal, dan menulis), sastra Arab, sejarah Nabi SAW, dan berhitung. Sistem pengajarannya menitikberatkan pada mazhab Syafi’i dan paham Asy’ariyah (aliran teologi yang menerima argumen rasional, namun percaya penuh kepada dalil-dalil wahyu—Red) yang berkembang dan dianut saat itu.

Sistem belajar yang diterapkan di madrasah nizhamiyah adalah pengajar berdiri di depan ruang kelas menyajikan materi-materi kuliah, sementara para pelajar (mahasiswa) duduk dan mendengarkan penjelasan di atas meja-meja kecil (rendah) yang disediakan. Kemudian, proses belajar dilanjutkan dengan berdialog (tanya-jawab), antara dosen dan para mahasiswa mengenai materi yang disajikan dalam suasana semangat keilmuan yang tinggi.

Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, seorang tenaga pengajar di nizhamiyah selalu dibantu oleh dua orang mahasiswa (asistensi). Kedua orang mahasiswa inilah yang bertugas membaca dan menerang kan kembali kuliah yang telah diberikan kepada mahasiswa yang ketinggalan.


Status tenaga pengajar (dosen) di madrasah tersebut berdasarkan pengangkatan dari khalifah dan bertugas dengan masa tertentu. Di antara nama-nama besar yang mengabdikan dirinya sebagai tenaga pengajar di madrasah nizhamiyah adalah Syekh Abu Ishaq asy-Syirazi (seorang fakih Baghdad), Syekh Abu Nasr as-Sabbagh, Abu Abdullah at-Tabari, Abu Muhammad asy-Syirazi, Abu Qasim al-Alawi, at-Tibrizi, al-Qazwini, al- Fairuz Abadi, Imam al-Haramain Abdul Ma’ali al-Juwaini, dan Imam al-Ghazali.

Nizam al-Mulk terus berusaha mengembangkan lembaga pendidikan ini sesuai dengan tuntutan zaman. Ia mendirikan banyak madrasah nizhamiyah di berbagai tempat. Agar pengajar bisa berkonsentrasi secara penuh mengajar para siswa, Nizam al- Mulk menetapkan untuk memberi gaji setiap bulan bagi semua pengajar. Namun, kebijakan mengenai gaji ini belum bisa diterima oleh para pengajar di madrasah nizhamiyah. Para pengajar ini lebih suka mengajar tanpa digaji, tetapi kesejahteraan hidup mereka terjamin. Bagi para dosen, gagasan untuk menggaji guru pada masa itu dipandang sebagai suatu gagasan yang terlalu maju.

Bahkan, menurut Charles Michael Stanton, madrasah nizhamiyah merupakan perguruan Islam modern yang pertama di dunia. Hal ini juga diakui oleh Nakosteen yang menyatakan, madrasah nizhamiyah sebagai Universitas Ilmu Pengetahuan Teologi Islam. Sebab, madrasah nizhamiyah mengajarkan pendidikan yang lebih khusus dengan spesifikasi bidang teologi dan hukum Islam.

Meski demikian, kurikulum yang digunakan di madrasah nizhamiyah ini terdapat pula perimbangan yang proporsional antara disiplin ilmu keagamaan (tafsir, hadis, fikih, kalam, dan lainnya) dan disiplin ilmu aqliyah (filsafat, logika, matematika, kedokteran, dan lainnya). Bahkan, saat itu, kurikulum nizhamiyah menjadi kurikulum rujukan bagi institusi pendidikan lainnya.
Kemudian, lembaga pendidikan Islam ini makin berkembang pada masa pemerintahan Khalifah al-Ma’mun. Pada 815 M, al-Ma’mun mendirikan Baitul Hikmah yang berfungsi sebagai perpustakaan, ruang kajian, dan observatorium (laboratorium).

Menurut M Khoirul Anam, seorang pengamat pendidikan dalam artikelnya yang berjudul Melacak Paradigma Pendidikan Islam (Sebuah Upaya Menuju Pendidikan yang Memberdayakan) menyebutkan, Baitul Hikmah belum dapat dikatakan sebagai sebuah institusi pendidikan yang sempurna.

Sebab, sistem pendidikan masih sekadarnya dalam majelis-majelis kajian dan belum terdapat ‘kurikulum pendidikan’ yang diberlakukan di dalamnya. Institusi pendidikan Islam yang mulai menggunakan sistem pendidikan ‘modern’ baru muncul pada akhir abad X M dengan didirikannya Perguruan (Universitas) al-Azhar di Kairo oleh Jendral Jauhar as-Sigli—seorang panglima perang dari Daulat Bani Fatimiyyah—pada tahun 972 M.

Menggeliatnya Pendidian Islam Modern
Sejak 13 abad silam tepatnya pada 750-1258 Masehi (tahun 133-656 H), perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam tumbuh pesat. Madrasah nizhamiyah, lembaga pendidikan Islam yang didirikan Dinasti Abbasiyah di masa Kekhalifahan Harun al-Rasyid kemudian diteruskan oleh putranya, Khalifah al-Ma'mun, Kota Baghdad (Irak) menjadi pusat peradaban ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Ketika itulah masa kejayaan Islam (The Golden Ages of Islam) dalam bidang pendidikan.

Ketika itu, madrasah nizhamiyah sudah menerapkan sistem pembelajaran secara sistematis sehingga memudahkan para penuntut ilmu dalam menerima pelajaran yang diberikan. Pada masa ini pula, lembaga perpustakaan (Baitul Hikmah) didirikan. Termasuk pusat penelitian (laboratorium).  Karena itu, madrasah nizhamiyah menjadi cikal bakal berdirinya lembaga pendidikan Islam modern seperti saat ini.

Tak heran bila lembaga pendidikan ini kemudian diminati dan dikagumi banyak penuntut ilmu dari berbagai negara. Bila sebelumnya, ilmu pengetahuan berkembang di Persia, Yunani, dan India, secara perlahan berpindah ke Kota Baghdad. Yunani yang terkenal dengan filsafatnya dan banyak melahirkan filsuf terkenal, seperti Aristoteles, Plato, dan Socrates, kemudian Persia dengan arsitektur dan sastranya serta India dengan ilmu berhitung dan astronomi (perbintangan), akhirnya memilih Baghdad sebagai tempat menuntut ilmu.

Hal ini disebabkan oleh Khalifah Harun al-Rasyid yang memerintahkan untuk dilakukan penerjemahan karya-karya ilmuwan terkenal itu ke dalam bahasa Arab dan memberikan komentar (penjelasan) atas karya-karya tersebut dengan khazanah Islam.

Tak hanya di Baghdad, kota-kota lainnya di sekitar Irak juga berkembang menjadi pusat peradaban Islam dan ilmu pengetahuan. Di antaranya, Samarra, Mosul, Kufah, dan Basrah. Di beberapa kota ini juga didirikan madrasah nizhamiyah yang menjadi cabang dari madrasah yang ada di Baghdad.

Tak heran, bila kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan Islam yang berkembang di Baghdad ini melahirkan ilmuwan-ilmuwan Islam terkenal, seperti Ibnu Sina dan al-Razi (kedokteran), al-Fazari dan al-Fargani (astronomi), Abu Ali al-Haitami (optik), Jabir Ibn Hayyan (kimia), al-Farabi dan Ibnu Rusyd dalam bidang filsafat. Pemikiran para ilmuwan Islam ini banyak mempengaruhi perkembangan ilmu pengetahuan di negara-negara Barat.

La Strange dalam bukunya Baghdad During the Abbasid Calipate, menyebutkan, madrasah nizhamiyah yang didirikan oleh Dinasti Abbasiyah itu merupakan lembaga pendidikan yang sangat istimewa.

Bagaimana dengan pendidikan Islam masa kini, termasuk di Indonesia? Banyak hal yang harus selalu dikembangkan. Pada abad ke-13 hingga 19 Masehi, lembaga pendidikan Islam seperti pesantren mampu melahirkan para ulama dan tokoh Muslim yang mampu mewarnai sejarah perjalanan bangsa ini.

Sebut saja, Syekh Nawawi al-Bantani, KH Hasyim Asy'ari, KH Ahmad Dahlan, KH Wahab Hasbullah, Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syekh Yasin Padang, Ahmad Khatib Sambas, Syekh Mahfudz at-Tirmasi, dan Syekh Abdusshomad Palembang. Mereka adalah ulama dan tokoh-tokoh Islam yang cukup dikenal di berbagai negara di Timur Tengah dan Asia Tenggara. Karya-karya mereka, antara lain, Safinatun Naja, Nur al-Zhalam, dan Sabilal Muhtadin banyak dipelajari para penuntut ilmu di berbagai negara hingga sekarang ini.

Kini, pemerintah melalui Departemen Agama terus berupaya mengembangkan pendidikan Islam ini. Berbagai cara dilakukan. Mulai dari mengirimkan para pelajar untuk menuntut ilmu di luar negeri, hingga membangun sistem pendidikan Islam yang lebih modern dengan mengembangkan jaringan informasi dan teknologi. Upaya ini diharapkan mampu menjadikan lembaga pendidikan Islam sebagai pendidikan modern yang tidak hanya mengajarkan tentang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), tetapi juga dilandasi dengan semangat iman dan takwa (imtak). Sehingga, muncul pribadi-pribadi Muslim yang berpengetahuan tinggi dengan akhlak dan moral yang baik.
 
Pendidikan Islam di Indonesia
Data Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama menunjukkan, ada 78.035 lembaga pendidikan Islam di seluruh wilayah Indonesia. Mereka terdiri atas jenjang pendidikan raudlatul atfhal, madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, madrasah aliyah, dan perguruan tinggi keagamaan Islam.

Raudlatul athfal merupakan terbanyak jumlahnya, yakni 27.999 unit yang diikuti oleh madrasah ibtidaiyah 24.560 unit. Berikutnya adalah madrasah tsanawiyah sebanyak 16.934 unit, madrasah aliyah 7.843 unit, dan PTKI 699 kampus. Kalau ditotal, jumlah sekolah yang menerapkan pendidikan Islam sebanyak 78.035 unit.

Bandingkan dengan jumlah sekolah pendidikan umum, baik negeri maupun swasta. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan, jumlah sekolah negeri dan swasta dari jenjang TK hingga SMA sebanyak 302.097 unit. Artinya, jumlah sekolah yang menerapkan kurikulum pendidikan Islam hanya sepertiga dari sekolah umum.

Bagaimana dengan jumlah tenaga pengajarnya? Data Kemenag memperlihatkan, jumlah guru di sekolah Islam mencapai 1.159.543 orang. Adapun di sekolah umum mencapai 3.133.638 guru. Bila dibandingkan, jumlah guru di sekolah Islam hampir sepertiga dari guru umum.

Mengenai jumlah murid, di sekolah Islam terdapat 10.001.230 siswa. Di sekolah umum, terdapat 49.833.002 siswa. Jumlah siswa di sekolah Islam sekitar seperlima dari siswa di sekolah umum.
Data statistik ini memperlihatkan besarnya minat masyarakat untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah yang menerapkan pendidikan Islam. Persentase jumlah sekolah dan jumlah guru di sekolah Islam yang mencapai sepertiga dari di sekolah umum ini menunjukkan tingginya kebutuhan terhadap pendidikan Islam di masyarakat kita.

Demikian pula, dengan data jumlah siswa di sekolah Islam yang mencapai hampir seperlima di sekolah umum. Hal ini menjadi bukti antusiasme masyarakat agar anak mereka memperoleh pendidikan berbasis keagamaan. Masyarakat kita memegang teguh prinsip bahwa pendidikan agama adalah hal penting dan mendasar, baik bagi orang tuanya maupun anak-anak mereka. Pendidikan keagamaan menjadi keharusan untuk ditanamkan sejak dini.

Angka yang dipaparkan Kemenag ini belum memasukkan sekolah berbasis keagamaan yang didirikan oleh swasta. Tren yang berkembang saat ini, jumlah sekolah Islam terpadu memperlihatkan kenaikan. Sekolah-sekolah Islam terpadu bermunculan, mulai dari jenjang TK hingga SMA.

Salah seorang pejabat di Kemenag mengungkapkan, di beberapa daerah, jumlah siswa di sekolah Islam terus bertambah. Padahal, penambahan jumlah sekolahnya tak sebanding dengan penambahan siswanya. Akibatnya, beberapa orang tua siswa sampai bercanda untuk rela membawa kursi sendiri demi anaknya bisa bersekolah di madrasah. Akibatnya, sekolah umum kekurangan siswa.

Ada dua kemungkinan untuk menjelaskan fenomena ini. Pertama, masyarakat memandang penting anak mereka mendapatkan pendidikan keagamaan sejak dini. Kedua, tren ini membuktikan kualitas sekolah Islam lebih unggul ketimbang sekolah umum. Namun, apa pun kemungkinannya, euforia sekolah Islam ini harus disambut positif.

Bagaimana caranya? Tentu dengan menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan yang mendukung. Sarana berarti terkait dengan metode pembelajaran atau kurikulum yang memperlihatkan syumuliyatul Islam. Bahwa Islam itu adalah agama yang sempurna, agama yang mengajarkan nilai-nilai kehidupan. 

Tidak ada istilah pemisahan antara ilmu agama dan ilmu alam, ilmu qauliyah dan ilmu kauniyah. Islam mengajarkan bagi umatnya untuk mempelajari semua ilmu yang akan membawa bekal baginya hidup selamat di dunia dan akhirat.

Prasarana berarti seluruh pihak yang terkait dengan pendidikan Islam mesti menyiapkan tempat pembelajaran atau gedung yang memadai, yang memungkinkan siswanya belajar dengan nyaman. Demikian juga, dengan alat pendukung belajar-mengajar, mulai dari buku bahan ajar hingga peralatan praktikum dan laboratorium jika diperlukan.

Perpaduan yang lengkap antara software dan hardware ini akan menjadikan pendidikan Islam berada terdepan dari sisi kualitas. Sejauh ini, jumlah madrasah memang banyak tersebar, tapi bagaimana dengan kualitasnya? Utamanya madrasah yang dikelola swasta. Apakah dari sisi tempat belajar sudah memadai? Apakah peralatan pendukung belajar-mengajar sudah tersedia lengkap?

Tentu murid madrasah tidak fokus belajar jika gedung sekolah mereka atapnya bocor atau plafonnya hampir runtuh. Bagaimana mungkin sang murid madrasah mampu menyerap ilmu secara optimal jika buku atau peralatan praktikum tidak lengkap tersedia.

Dalam konteks ini, euforia yang memperlihatkan tingginya minat masyarakat terhadap pendidikan Islam mesti seiring sejalan dengan dukungan terhadap sarana dan prasarana yang terkait. Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri untuk mewujudkan pendidikan Islam yang paripurna. Pihak swasta pun tak mungkin merealisasikanya sendirian.

Sinergi yang baik antara pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan. Saling mendukung dan saling mengisi mesti terencana dengan baik. Euforia terhadap pendidikan Islam ini harus dikelola secara sistematis karena berkaitan dengan penyiapan generasi Muslim mendatang
 
Tantangan Pendidikan Islam
Guna menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks di era globalisasi ini dibutuhkan lembaga pendidikan Islam harus diperkuat. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan komitmen Islam sebagai pedoman menyebarkan pendidikan Islam patut dijaga dan pelihara.

Karena pendidikan Islam sudah diwariskan, Islam yang moderat tidak ekstrim atau berlebihan, lembaga pendidikan Islam seperti pesantren yang kita miliki sudah berkembang di nusantara menjadi ciri khas Indonesia, ujarnya saat pembukaan acara International Islamic Education Exhibition (IIEE) 2017 di ICE BSD, Tangerang Selatan, Selasa (21/11).

Lukman mengakui, saat ini lembaga pendidikan Islam sudah berkembang cukup signifikan, mulai dari segi metodologi pengajaran, sarana prasarana, dan lain sebagainya. Kualitas keagamaan semakin membaik, sekarang ormas Islam luar biasa kontribusinya bukan hanya madrasah tetapi perguruan tinggi, ungkapnya.

Apalagi, lanjut Lukman, tahun ini untuk pertama kalinya menyelenggarakan, konferensi Internasional Studi Islam atau Annual International Conference Islamic Studies (AICIS) dan International Islamic Education Expo (IIEE). Pertama kalinya internasional islamic expo, sebuah forum bertemunya berhimpun pemangku kepentingan pendidikan islam khususnya pengelola lembaga pendidikan islam di tanah air, ucapnya.

"Forum ini bisa dimanfaatkan dengan saling bertemu, berbagi pengetahuan pengalaman, saling menegaskan menjadikan pendidikan islam sehingga bisa menyelesaikan persoalan secara bersama," ungkapnya.

Menurutnya, kehidupan beragama umat Islam Indonesia bisa menjadi contoh ideal bagi negara-negara di dunia untuk menghadirkan Islam yang moderat, toleran dan demokratis. "Pendidikan Islam perlu dijaga dipelihara untuk masa-masa mendatang, berupaya mampu menjaga mengembangkan dinamika masyarakat," ucapnya.

Sementara Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin menambahkan di tengah maraknya gempuran gerakan radikalisme global, kebutuhan pemahaman keagamaan yang moderat itu menjadi sesuatu yang sangat dibutuhkan. 

Indonesia bisa saja menjadi negara ultrakonservatif seperti Saudi, bisa saja menjadi negara sekuler seperti Turki, bisa menjadi negara teokrasi seperti Iran, atau semi teokrasi seperti Pakistan, atau sangat ekstrem seperti Pakistan. "Tapi itu tidak terjadi karena kita punya benteng lembaga pendidikan Islam yang mengajarkan agama moderat," ungkapnya.

Dukungan Negara-negara NonIslam Terhadap Pendidikan Islam
Rusia terus mendukung pendidikan Islam yang memainkan peran kunci dalam mengatasi gagasan destruktif yang menyebar di kalangan pemuda Muslim di negara tersebut. Rusia pasti mendukung pendidikan Islam melalui universitas negeri besar dan cara lain, kata Presiden Rusia Vladimir Putin dalam sebuah pertemuan ulama Muslim di Kazan.

Dilansir dari RT International pada Jumat (26/1), Putin menganggap peran pendidikan Muslim di kalangan anak muda sangat penting. Sebab, ada banyak masalah dan gagasan berbahaya di menyasar remaja.
Ia mencontohkan, kelompok radikal seperti Negara Islam (ISIS) selalu berupaya menyebarkan ideologinya dan merekrut anggota baru di kalangan kaum muda di wilayah Muslim Rusia. Putin beranggapan gagasan radikal hanya bisa ditangani dengan pendidikan Islam yang benar.

Ia menekankan Islam tradisional adalah bagian penting dari kode budaya Rusia. Pun komunitas Muslim Rusia merupakan bagian yang sangat penting dari populasi multinasional Rusia.

Menurut sebuah sensus pada 2002, ada 14,5 juta Muslim di Rusia. Jumlah itu menyumbang sekitar 10 persen dari total populasi negara itu. Putin memuji organisasi Muslim Rusia atas pekerjaannya di tingkat internasional.

"Saya pikir ini adalah bidang aktivitas sangat menarik dan penting. Tidak mengherankan jika anda sedang mendapat bantuan dan dukungan," ujar dia.

Sejumlah kegiatan internasional yang mendapat sambutan positif, seperti, organisasi Muslim Rusia menggelar Forum Muslim Internasional tahunan yang mempertemukan para pemimpin Muslim dari Eropa dan tempat lain. Kegiatan itu salah satu upaya mengenalkan Muslim Rusia, seperti, perkembangan Muslim, hubungan Muslim dan otoritas, dan dukungan presiden terhadap Muslim Rusia.

Mufti Besar Rusia Ravil Gainutdin mengatakan Muslim Rusia adalah kekuatan lunak dalam mempromosikan model pengembangan masyarakat sipil. "Saya baru saja menerima duta besar AS, kemudian rekannya dari Spanyol. Kami bukan politisi dan diplomat, tapi kami memiliki diplomasi rakyat sendiri. Kami berbicara dengan mereka, mengubahnya ke pihak kami," kata dia.
Pendidikan Islam di Negara-negara Lain

Pendidikan menjadi hak dan kebutuhan masyarakat di seluruh dunia. Pun hal itu juga berlaku bagi pemerintah negara bagian di India untuk memenuhi kebutuhan pendidikan 12 persen umat Islam di negaranya.

"Tanpa memberikan 12 persen reservasi kepada umat Islam, keterbelakangan mereka tidak dapat diberantas," kata editor berita Harian Siasat Urdu, Amer Ali Khan dilansir dari The Siasat Daily.

Ia menilai pembentukan Sekolah Resmi Minoritas oleh Ketua Menteri negara bagian India Telangana, Kalvakuntla Chandrashekar Rao (KCR) merupakan inisiatif baik. Ia meyakini pembentukan sekolah itu mampu memberantas keterbelakangan pendidikan umat Islam di negara tersebut.

"Berdirinya Sekolah Resmi Minoritas, keterbelakangan pendidikan umat Islam dapat dihapus," ujar Khan.

Kendati demikian, ia juga beranggapan kemajuan ekonomi menjadi kebutuhan untuk memberantas kemiskinan yang menimpa 12 persen jumlah Muslim dari total penduduk India. Ia meyakini apabila Muslim keluar dari keterbelakangan ekonomi, maka menguntungkan seluruh masyarakat India.

Khan menyarankan Muslim memainkan peran konstruktif dalam pembangunan. Ia mengingatkan, saat ini semua fasilitas diberikan kepada para pelajar. "Adalah tugas mereka (pelajar) mengambil manfaat dari mereka (pemerintah) untuk mendapatkan kemenangan kepada Negara Bagian dan negara," tutur Khan.
(Disadap dari http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Geliat Ide Guru Peneliti

Tumbuhnya Gagasan Seputar   Guru Peneliti Untuk meningkatkan kualitas tenaga pendidik, guru yang sudah memperoleh sertifikasi dan tun...